Kalau ditanya ritual favorit gue di sore hari, jawabannya selalu sederhana: secangkir teh, kursi dekat jendela, dan lagu ringan. Menyeduh teh bagi banyak orang bukan sekadar menuangkan air panas ke daun kering — itu sebuah ritual. Di keluarga gue, tiap sore adalah waktu transisi; dari sibuk beres-beres sampai duduk santai, dan teh menjadi jembatan. Jujur aja, momen-momen kecil seperti ini sering bikin hari terasa lebih bermakna.
Teh, baik yang mengandung kafein seperti teh hijau dan hitam, maupun teh herbal tanpa kafein, punya sederet manfaat. Antioksidan pada teh hijau membantu melawan radikal bebas, sementara beberapa penelitian menunjukkan konsumsi teh secara teratur berkaitan dengan penurunan risiko penyakit jantung. Teh herbal seperti chamomile dan peppermint sering dipakai untuk meredakan gangguan pencernaan dan membantu tidur. Gue sempet mikir, kenapa ibu-ibu zaman dulu selalu punya racikan teh di dapur — ternyata bukan karena gaya, tapi karena fungsi.
Buat gue, ritual teh sore lebih soal proses daripada hasil. Ada sesuatu yang menenangkan saat menunggu daun mengembang di air panas, seperti memberi izin pada diri sendiri untuk berhenti sejenak. Teh itu pelan-pelan mengajarkan kesabaran. Juga, ngobrol sambil minum teh dengan teman atau keluarga membawa nuansa lain: percakapan jadi lebih ngalir, lebih hangat. Kalau mau suasana yang sedikit lebih ‘seremonial’, pernah juga gue mampir ke hanateahouse, tempatnya bikin rileks dan pilihan teh-nya enak banget.
Ada momen-momen lucu yang selalu terulang, misalnya saat nyoba teh baru dan berekspektasi sesuatu yang ‘wah’, tapi kenyataannya datar-datar aja. Atau ketika orang yang gak terbiasa minum teh tiba-tiba komentar “Ini kayak jamu,” dan suasana jadi rame. Teh bisa jadi penonton yang sabar saat kamu curhat panjang lebar, dan kadang berperan sebagai komplotan yang bikin cerita jadi lebih seru. Bagi yang suka drama rasa, eksperimen bikin blend sendiri bisa jadi hiburan tersendiri.
Kalau ngomongin teh herbal, istilah yang sering muncul adalah ’tisanes’ — minuman dari bunga, daun, atau rempah tanpa daun teh sejati. Beberapa yang sering gue rekomendasiin: chamomile, lembut dan cocok buat sebelum tidur; peppermint, seger dan membantu pencernaan; jahe, hangat dan ampuh lawan mual atau masuk angin; hibiscus, asam-manis dengan warna merah cantik serta potensi menurunkan tekanan darah; rooibos, tanpa kafein dengan rasa agak manis dan kaya mineral. Selain itu ada lavender untuk menenangkan, lemongrass yang menyegarkan, dan kunyit yang antiinflamasi. Variasi ini bikin sore jadi ga ngebosenin.
Buat yang pengen mulai, gak perlu ribet. Siapkan teko kecil atau gelas dengan saringan, pilih daun atau sachet favorit, dan gunakan air panas sesuai anjuran—teh hijau kurang cocok disiram air mendidih, misalnya. Ambil waktu lima sampai sepuluh menit untuk menikmati aroma sebelum menyeruput. Gue suka, sambil buka jendela supaya udara sore masuk, atau baca satu halaman buku. Kebiasaan kecil ini seringkali memberikan mood boost tanpa biaya besar.
Ritual teh sore itu lebih dari sekadar konsumsi cairan—ia adalah seni membangun jeda, mengisi ulang, dan merayakan kesederhanaan. Ada banyak manfaat kesehatan, tentu, tapi yang paling berharga menurut gue adalah kualitas momen yang diciptakan. Jadi, coba deh sisihkan waktu hari ini: seduh teh, tarik napas, dan biarkan dunia sedikit melambat. Siapa tahu, ide bagus berikutnya datang justru pas menunggu sendok bergerak di cangkir.
Pagi yang tenang seringnya dimulai bukan dengan berita atau notifikasi, tapi dengan uap dari cangkir…
Ada sesuatu yang magis ketika air panas dituangkan ke atas daun kering. Aroma naik pelan,…
Kalau ngomongin hiburan digital yang belakangan ini bikin heboh, nama spaceman jadi salah satu yang…
Sejenak: kenapa teh bukan sekadar minuman (subheading informatif) Pernah duduk di teras sambil menatap kota…
Secangkir Cerita: Seni Minum Teh, Khasiat, serta Ragam Herbal Teh selalu terasa seperti sahabat lama…
Pagi saya dimulai bukan dengan alarm semata, tapi dengan bunyi air mendidih dan wangi yang…